“...Catur...”
Karya
: Asli Punya Gue, “Fahmy Ramadhan”
Otakku yang begitu kusut, tak bisa banyak berfikir. Semua
ini karena politik, ya politik. Yang membingungkan kita semua, 1 atau 2?
Entahlah yang mana. Yang jelas, aku lebih memilih rakyat Indonesia. Kalian
berbeda? Tak masalah bagiku, karena perbedaan kalian itu akan menjadi indah
jikalau kalian bisa berdamai. Semua orang kini sedang maraknya membicarakan
tentang politik, entah apa yang mereka bicarakan.
“Hey, liat tuh di tv.
Apa maksudnya pake ribut-ribut segala... damai kan juga bisa..” kata salah satu
orang yang sedang menonton tv di warkop.
“Sudahlah biarin... gak
usah ngomongin politik. Kita intropeksi diri aja...” jawab pemilik warung.
Hanya secangkir kopi yang bisa merilekskan fikiranku dari
semua acara tv yang ku tonton. Disana-sini membicarakan soal politik. Apa
sebenarnya makna politik? Aku sendiripun bingung. Politik kejam bagiku,
sangatlah kejam. Sebaik apapun orang itu, jika sudah terjun kedunia politik,
pasti ia akan kotor.
~~~**~~~
“Hey, ngelamun aja
lo... nanti kesambet setan lewat aja...” kata Syifa yang datang mengagetkan ku.
“Yeee, siapa yang
ngelamun. Gue lagi mandangin alam...” jawabku.
“Bisa aja ngelesnya.
Eh, gimana tugas lo? udah selesai..?” tanya Syifa.
“Belom, baru sedikit...”
jawabku.
“Yaudah kalo gitu, ikut
gue yuk...” lanjutnya.
“Mau kemana..?”
tanyaku.
“Yaudah, ikut aja..”
lanjutnya sambil menggandeng tanganku.
Syifa merupakan sahabatku sejak SMA dulu. Ya, kita
sangatlah akrab. Dia berbeda dengan wanita lainnya. Aku merasa nyaman dekatnya,
dialah sahabat yang benar-benar sahabat baikku yang selalu memberiku semangat.
“Nah, kalo disini pasti
tugas lo cepet selesai...” kata Syifa.
“Iya sih.. tapi gue gak
suka tempat sepi begini...” jawabku.
“Yaudah, ini juga buat
nambah pengetahuan lo...” lanjutnya.
“Iya deh..” jawabku.
Suasana sepi ini yang membuat diriku tenang dan membuatku
melupakan masalah yang sangat rumit. Membaca adalah hobiku, itu sebabnya Syifa
mengajakku ke perpustakaan dekat kampus. Ada satu buku yang ku baca disana.
Menceritakan tentang sebuah pertemanan yang memiliki banyak perbedaan, tapi
entah mengapa pertemanan mereka yang membuat mereka menjadi lebih asik. Dengan
adanya perbedaan mereka, mereka bisa saling membutuhkan satu sama lain. Ini
juga yang aku rasakan dengan sahabatku Syifa.
“Ada buku seru nih..”
kata Syifa sambil menunjukan satu buku.
“Mana? Coba liat...
yahhhh... ini sih buku memasak. Dasar bello...” kataku meledek.
“Hehehe, mungkin aja lo
mau jadi koki, biar bisa masak...” jawabnya sambil tertawa.
“Dasarr Belloooooo...”
kataku sambil mencubit pipi Syifa.
“Biarin, daripada
sipit... hahaha..” jawabnya.
Candaan kami lah yang selalu hadir dalam kesunyian. Hanya
dia yang selalu membuatku tersenyum. Bahkan rumah sendiri tidak bisa membuat
diriku tersenyum. Selalu ada penderitaan disana. Entah mengapa, aku sangatlah
membenci rumahku sendiri. Sepertinya aku sendiri tidak bisa merasakan
kehangatan dan kebahagiaan di sana. Sekarang yang ku rasakan adalah panas dan
gersang di dalam rumah sendiri.
“Kamu itu kenapa sih!
kamu tuh cuma bisa ngabisin uang saya!!..” kata Papah dengan kasar membentak
Mamah.
“Hey!!! Itu sudah
menjadi tugas kamu untuk mencari uang!!! “ jawab Mamah dengan kasar.
“Dasar wanita
murahan!!!! Kurang ajar kamu! (Plakk!!) “ kata Papah sambil menampar pipi
Mamah.
“Saya nyesel nikah sama
kamu!!!” jawab Mamah dengan menangis.
“Saya lebih
menyesal!!!!” lanjut Papah, lalu meninggalkan rumah.
Selalu itu yang ku dengar setiap aku ada dirumah. Cacian,
makian, dan suara yang keras, yang dapat merusak telingaku. Jika saja aku anak
yang tidak bisa berfikir jernih, mungkin saja aku sudah terjerumus kedalam
dunia hitam ku. Perbedaan pendapat dan pemikiran merekalah yang membuat mereka
selalu bertengkar. Mungkin mereka adalah salah satu pasangan yang tidak bisa
mengartikan betapa indahnya perbedaan.
Coba kalian perhatikan CATUR. Catur itu terdapat
dua warna yang ada diatas papan. Jika saja orang tuaku bisa memahami perbedaan
mereka satu sama lain, mungkin saja mereka tidak akan bertengkar seperti ini.
Aku pun juga bingung tehadap politik yang ada di
Indonesia. Hanya bisa memperebutkan jabatan semata. Janji hanya sekedar membaca
koran. Setelah mereka naik keatas kursi mereka, mereka lupa dengan pembacaan
korannya. Kacang lupa dengan kulit. Biarkan sajalah, semoga saja mereka sadar
dengan adanya azab dari Tuhan Yang Maha Esa.
Aku juga mempunyai perbedaan dengan Syifa. Bahkan
terkadang kita sering bertengkar. Namun kita bertengar juga tidaklah serius.
Hanyalah sebagian candaan kita.
“Ikhhh, dasarr
sipittt.. gue kan gak suka warna pink, norak tau....” kata Syifa dengan manja.
“Yaudah jangan cemberut
gitu. Jelek bibir lo, kayak bebek...” ledekku.
“Ikkhhhh.. dasarr
sipittt...” katanya sambil mencubit pipiku.
Ya, itulah pertengkaran kami. Dan aku berfikir, dialah
putih dihatiku. Dan akulah hitam dihatinya. Seperti catur yang sering ku
mainkan di kala ku sedang banyak masalah. Mulai saat ini, dia adalah sesuatu
yang berbeda dalam hidupku. Dan kita berdua pasti bisa mengisi kekosongan
antara satu sama lain. Jadikanlah perbedaan itu suatu yang membuatmu indah.
Jangan jadikan perbedaan itu penderitaan untuk hidupmu.