Dimana
Engkau...?
Oleh
: Orang Bersalah
“Pokoknya
saya tidak mau tau! Saya akan pergi dari sini!” terdengar suara keras dari
balik pintu kamarku.
“Kamu
kenapa sih? Apa salah saya? Sampai-sampai kamu mau pergi dari rumah...” jawab Ayah.
“Saya
suadh tak tahan hidup dengan mu! Saya bosan miskin terus!!! Saya mau hidup yang
layak, bukan seperti ini!” lanjut Ibu dengan suara keras.
“Kamu
fikirkan anak-anak, bagaimana jika kamu pergi dari rumah ini. Kita harus sabar,
rezeki sudah diatur oleh Allah, tinggal kita bagaimana menjalaninya...” jawab
Ayah.
“Masa
bodo!!!” jawab Ibu, lalu masuk kamar.
Sering kali aku mendengar suara keras seperti ini. Entah
apa yang terjadi dengan keluarga kecilku ini. Yang dulu terlahir dengan
kebahagiaan, kini terpuruk dalam kegelapan. Aku iri dengan teman-temanku di
sekolah. Mereka semua mempunya keluarga yang bahagia. Tak pernah mendengar
suara keras setiap malamnya.
*Sampai pada suatu
saat, hari itupun datang.
“Aku
cemas, takut, dan entah apa yang ku rasakan saat ini. Tidak! Ini tidak akan
terjadi! Terlalu cepat bagiku. Aku ingin merasakan kebahagiaan ini, begitu juga
dengan adikku yang masih duduk dibangku kelas 3 SD. Masih butuh kasih sayang
darinya....”
“Tidakkkkkkk!!!!”
teriakku lalu terbangun dari mimpi burukku.
*Pagi ini aku berharap,
agar tidak ada hujan yang turun di atap rumahku.
“Rama...!”
panggil Ibu dengan keras.
*Seketika itu, aku
langsung berlari menghampiri Ibu.
“Iya
bu, ada apa?” jawabku.
“Jaga
adikmu, Ibu mau pergi ke pasar sebentar...” lanjut Ibu lalu pergi.
“Baik
bu...” jawabku.
Saat
kaki itu melangkah, perasaanku mulai tak enak. Jantung ini berdegup sangat
kencang, hati ini bergetar. Apa sebenarnya yang akan terjadi? Perasaan bingung
menyelimuti diriku. Ingin rasanya ku buang selimut itu dari ranjangku, dan
mengetahui apa yang akan tejadi.
*Malam hari.
“Sudah
malam begini Ibu mu belum pulang juga. Kemana ya, dia..?” tanya Ayah sambil
berjalan seperti setrika.
“Tidak
tau yah... Tadi bilangnya mau pergi ke pasar, tapi sampai sekarang belum pulang...”
jawabku cemas.
“Yasudah,
kita tunggu saja sampai jam sembilan. Kalau belum pulang juga, besok pagi kita
ke rumah Nenek.” lanjut Ayah.
“Baik
yah...” jawabku.
Sangat lama kami menunggu, dan tepat pada jam sembilan
malam, Ibu belum pulang juga. Dan kami sepakat, besok pagi-pagi sekali akan
pergi ke rumah Nenek untuk menanyakan Ibu dimana. Mungkin saja Ibu berada
disana.
“Apakah
benar, ini adalah hari itu??? Apa benar, kebahagiaan ini berhenti sampai saat
ini??? Lalu bagaimana aku dan adikku jika TANPA DIA??? Apa yang akan terjadi???
Tidakkkkk! TUHAN... bantu keluarga kami, jangan pisahkan salah satu dari
keluarga kami, kecuali kematian..... akhhhhhh!!!!!”
*Sampai pada rumah
Nenek.
Sesampainya kami disana, kami disambut dengan begitu
asing. Entah, apa yang sebenarnya terjadi. Tak ada satupun kata yang keluar
dari Paman ku. “Apa yang sebenarnya terjadi???” tanyaku dalam hati.
“Jadi begini kak, kemarin....” kata Ayah terpotong. Belum
sempat berbicara, sudah dipotong oleh Paman ku. “Tak usah kau berlari ke sini.
Aku tak butuh ocehan mu. Tak penting bagi ku...” kata Paman lalu meninggalkan
Ayah.
Kami merasa diabaikan di sini, dan akhirnya kami pulang
ke rumah. Ya, ini memang benar. DIA memang sudah pergi dari rumah ini. Dan
kini, aku adalah orang yang tanpa DIA.
*Esok Hari...
“Sudahlah Rama... tak usah kau pikirkan itu. Yang saat
ini kamu lakukan adalah beajar dengan sungguh-sungguh. Jangan sampai hanya
karena masalah ini, sekolah mu berantakan...” ujar Ayah.
“Baik yah...” jawabku.
Kini
kami hidup tanpa sosok perempuan di dalam rumah. Tak mengapa bagi kami. Kami
masih bisa hidup dan terus berdiri, walau badai terus menghadang kami.