Jumat, 14 November 2014

“Kisah Harian Rama(1)”


Dimana Engkau...?
Oleh : Orang Bersalah

“Pokoknya saya tidak mau tau! Saya akan pergi dari sini!” terdengar suara keras dari balik pintu kamarku.
“Kamu kenapa sih? Apa salah saya? Sampai-sampai kamu mau pergi dari rumah...” jawab Ayah.
“Saya suadh tak tahan hidup dengan mu! Saya bosan miskin terus!!! Saya mau hidup yang layak, bukan seperti ini!” lanjut Ibu dengan suara keras.
“Kamu fikirkan anak-anak, bagaimana jika kamu pergi dari rumah ini. Kita harus sabar, rezeki sudah diatur oleh Allah, tinggal kita bagaimana menjalaninya...” jawab Ayah.
“Masa bodo!!!” jawab Ibu, lalu masuk kamar.
            Sering kali aku mendengar suara keras seperti ini. Entah apa yang terjadi dengan keluarga kecilku ini. Yang dulu terlahir dengan kebahagiaan, kini terpuruk dalam kegelapan. Aku iri dengan teman-temanku di sekolah. Mereka semua mempunya keluarga yang bahagia. Tak pernah mendengar suara keras setiap malamnya.
*Sampai pada suatu saat, hari itupun datang.
“Aku cemas, takut, dan entah apa yang ku rasakan saat ini. Tidak! Ini tidak akan terjadi! Terlalu cepat bagiku. Aku ingin merasakan kebahagiaan ini, begitu juga dengan adikku yang masih duduk dibangku kelas 3 SD. Masih butuh kasih sayang darinya....”
“Tidakkkkkkk!!!!” teriakku lalu terbangun dari mimpi burukku.
*Pagi ini aku berharap, agar tidak ada hujan yang turun di atap rumahku.
“Rama...!” panggil Ibu dengan keras.
*Seketika itu, aku langsung berlari menghampiri Ibu.
“Iya bu, ada apa?” jawabku.
“Jaga adikmu, Ibu mau pergi ke pasar sebentar...” lanjut Ibu lalu pergi.
“Baik bu...” jawabku. 
Saat kaki itu melangkah, perasaanku mulai tak enak. Jantung ini berdegup sangat kencang, hati ini bergetar. Apa sebenarnya yang akan terjadi? Perasaan bingung menyelimuti diriku. Ingin rasanya ku buang selimut itu dari ranjangku, dan mengetahui apa yang akan tejadi.
*Malam hari.
“Sudah malam begini Ibu mu belum pulang juga. Kemana ya, dia..?” tanya Ayah sambil berjalan seperti setrika.
“Tidak tau yah... Tadi bilangnya mau pergi ke pasar, tapi sampai sekarang belum pulang...” jawabku cemas.
“Yasudah, kita tunggu saja sampai jam sembilan. Kalau belum pulang juga, besok pagi kita ke rumah Nenek.” lanjut Ayah.
“Baik yah...” jawabku.
            Sangat lama kami menunggu, dan tepat pada jam sembilan malam, Ibu belum pulang juga. Dan kami sepakat, besok pagi-pagi sekali akan pergi ke rumah Nenek untuk menanyakan Ibu dimana. Mungkin saja Ibu berada disana.
“Apakah benar, ini adalah hari itu??? Apa benar, kebahagiaan ini berhenti sampai saat ini??? Lalu bagaimana aku dan adikku jika TANPA DIA??? Apa yang akan terjadi??? Tidakkkkk! TUHAN... bantu keluarga kami, jangan pisahkan salah satu dari keluarga kami, kecuali kematian..... akhhhhhh!!!!!”
*Sampai pada rumah Nenek.
            Sesampainya kami disana, kami disambut dengan begitu asing. Entah, apa yang sebenarnya terjadi. Tak ada satupun kata yang keluar dari Paman ku. “Apa yang sebenarnya terjadi???” tanyaku dalam hati.
            “Jadi begini kak, kemarin....” kata Ayah terpotong. Belum sempat berbicara, sudah dipotong oleh Paman ku. “Tak usah kau berlari ke sini. Aku tak butuh ocehan mu. Tak penting bagi ku...” kata Paman lalu meninggalkan Ayah.
            Kami merasa diabaikan di sini, dan akhirnya kami pulang ke rumah. Ya, ini memang benar. DIA memang sudah pergi dari rumah ini. Dan kini, aku adalah orang yang tanpa DIA.
*Esok Hari...
            “Sudahlah Rama... tak usah kau pikirkan itu. Yang saat ini kamu lakukan adalah beajar dengan sungguh-sungguh. Jangan sampai hanya karena masalah ini, sekolah mu berantakan...” ujar Ayah.
            “Baik yah...” jawabku.
            Kini kami hidup tanpa sosok perempuan di dalam rumah. Tak mengapa bagi kami. Kami masih bisa hidup dan terus berdiri, walau badai terus menghadang kami.