Selasa, 14 Oktober 2014

Lo Liat Aja Sendiri part Cerpen 10 (No Nominasi)

“...Catur...”
Karya : Asli Punya Gue, “Fahmy Ramadhan”

            Otakku yang begitu kusut, tak bisa banyak berfikir. Semua ini karena politik, ya politik. Yang membingungkan kita semua, 1 atau 2? Entahlah yang mana. Yang jelas, aku lebih memilih rakyat Indonesia. Kalian berbeda? Tak masalah bagiku, karena perbedaan kalian itu akan menjadi indah jikalau kalian bisa berdamai. Semua orang kini sedang maraknya membicarakan tentang politik, entah apa yang mereka bicarakan.
“Hey, liat tuh di tv. Apa maksudnya pake ribut-ribut segala... damai kan juga bisa..” kata salah satu orang yang sedang menonton tv di warkop.
“Sudahlah biarin... gak usah ngomongin politik. Kita intropeksi diri aja...” jawab pemilik warung.
            Hanya secangkir kopi yang bisa merilekskan fikiranku dari semua acara tv yang ku tonton. Disana-sini membicarakan soal politik. Apa sebenarnya makna politik? Aku sendiripun bingung. Politik kejam bagiku, sangatlah kejam. Sebaik apapun orang itu, jika sudah terjun kedunia politik, pasti ia akan kotor.
~~~**~~~
“Hey, ngelamun aja lo... nanti kesambet setan lewat aja...” kata Syifa yang datang mengagetkan ku.
“Yeee, siapa yang ngelamun. Gue lagi mandangin alam...” jawabku.
“Bisa aja ngelesnya. Eh, gimana tugas lo? udah selesai..?” tanya Syifa.
“Belom, baru sedikit...” jawabku.
“Yaudah kalo gitu, ikut gue yuk...” lanjutnya.
“Mau kemana..?” tanyaku.
“Yaudah, ikut aja..” lanjutnya sambil menggandeng tanganku.
            Syifa merupakan sahabatku sejak SMA dulu. Ya, kita sangatlah akrab. Dia berbeda dengan wanita lainnya. Aku merasa nyaman dekatnya, dialah sahabat yang benar-benar sahabat baikku yang selalu memberiku semangat.
“Nah, kalo disini pasti tugas lo cepet selesai...” kata Syifa.
“Iya sih.. tapi gue gak suka tempat sepi begini...” jawabku.
“Yaudah, ini juga buat nambah pengetahuan lo...” lanjutnya.
“Iya deh..” jawabku.
            Suasana sepi ini yang membuat diriku tenang dan membuatku melupakan masalah yang sangat rumit. Membaca adalah hobiku, itu sebabnya Syifa mengajakku ke perpustakaan dekat kampus. Ada satu buku yang ku baca disana. Menceritakan tentang sebuah pertemanan yang memiliki banyak perbedaan, tapi entah mengapa pertemanan mereka yang membuat mereka menjadi lebih asik. Dengan adanya perbedaan mereka, mereka bisa saling membutuhkan satu sama lain. Ini juga yang aku rasakan dengan sahabatku Syifa.
“Ada buku seru nih..” kata Syifa sambil menunjukan satu buku.
“Mana? Coba liat... yahhhh... ini sih buku memasak. Dasar bello...” kataku meledek.
“Hehehe, mungkin aja lo mau jadi koki, biar bisa masak...” jawabnya sambil tertawa.
“Dasarr Belloooooo...” kataku sambil mencubit pipi Syifa.
“Biarin, daripada sipit... hahaha..” jawabnya.
            Candaan kami lah yang selalu hadir dalam kesunyian. Hanya dia yang selalu membuatku tersenyum. Bahkan rumah sendiri tidak bisa membuat diriku tersenyum. Selalu ada penderitaan disana. Entah mengapa, aku sangatlah membenci rumahku sendiri. Sepertinya aku sendiri tidak bisa merasakan kehangatan dan kebahagiaan di sana. Sekarang yang ku rasakan adalah panas dan gersang di dalam rumah sendiri.
“Kamu itu kenapa sih! kamu tuh cuma bisa ngabisin uang saya!!..” kata Papah dengan kasar membentak Mamah.
“Hey!!! Itu sudah menjadi tugas kamu untuk mencari uang!!! “ jawab Mamah dengan kasar.
“Dasar wanita murahan!!!! Kurang ajar kamu! (Plakk!!) “ kata Papah sambil menampar pipi Mamah.
“Saya nyesel nikah sama kamu!!!” jawab Mamah dengan menangis.
“Saya lebih menyesal!!!!” lanjut Papah, lalu meninggalkan rumah.
            Selalu itu yang ku dengar setiap aku ada dirumah. Cacian, makian, dan suara yang keras, yang dapat merusak telingaku. Jika saja aku anak yang tidak bisa berfikir jernih, mungkin saja aku sudah terjerumus kedalam dunia hitam ku. Perbedaan pendapat dan pemikiran merekalah yang membuat mereka selalu bertengkar. Mungkin mereka adalah salah satu pasangan yang tidak bisa mengartikan betapa indahnya perbedaan.
            Coba kalian perhatikan CATUR. Catur itu terdapat dua warna yang ada diatas papan. Jika saja orang tuaku bisa memahami perbedaan mereka satu sama lain, mungkin saja mereka tidak akan bertengkar seperti ini.
            Aku pun juga bingung tehadap politik yang ada di Indonesia. Hanya bisa memperebutkan jabatan semata. Janji hanya sekedar membaca koran. Setelah mereka naik keatas kursi mereka, mereka lupa dengan pembacaan korannya. Kacang lupa dengan kulit. Biarkan sajalah, semoga saja mereka sadar dengan adanya azab dari Tuhan Yang Maha Esa.
            Aku juga mempunyai perbedaan dengan Syifa. Bahkan terkadang kita sering bertengkar. Namun kita bertengar juga tidaklah serius. Hanyalah sebagian candaan kita.
“Ikhhh, dasarr sipittt.. gue kan gak suka warna pink, norak tau....” kata Syifa dengan manja.
“Yaudah jangan cemberut gitu. Jelek bibir lo, kayak bebek...” ledekku.
“Ikkhhhh.. dasarr sipittt...” katanya sambil mencubit pipiku.


            Ya, itulah pertengkaran kami. Dan aku berfikir, dialah putih dihatiku. Dan akulah hitam dihatinya. Seperti catur yang sering ku mainkan di kala ku sedang banyak masalah. Mulai saat ini, dia adalah sesuatu yang berbeda dalam hidupku. Dan kita berdua pasti bisa mengisi kekosongan antara satu sama lain. Jadikanlah perbedaan itu suatu yang membuatmu indah. Jangan jadikan perbedaan itu penderitaan untuk hidupmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar