Kamis, 17 Juli 2014

Lo Liat Aja Sendiri part Cerpen2

Sebutir Batu
Karya: Asli Punya Gue, “Fahmy.R”

Ini kisah seorang anak yang berperang terhadap kerasnya hidup. Dia hidup bersama kakeknya, kardus adalah istana termegah buat mereka. Butiran-butiran sampah adalah uang bagi mereka. Baunya sampah adalah oksigen bagi mereka. Tapi ada satu hal yang membuat orang terkagum-kagum, walaupun mereka hidup seperti itu, ibadah tetap nomor satu. Indra putus sekolah semenjak orang tuanya meninggalkan dirinya. Dia hanya bisa sekolah sampai kelas 5 SD. Orang tuanya yang begitu tega meninggalkan dia, dan meninggalkan Bapaknya yang sudah tua rentan.
~~~*Waktu itu*~~~
“Pak, saya mau pergi untuk mencari pekerjaan di kota. Saya gak mau nganggur gini terus, mau makan apa kita kalo gini-gini aja. Saya titip Lasmi sama Indra ya Pak....” kata Ayah.
“Mau, pergi kemana kamu? Mau kerja apa? Memangnya kerja didaerah sini ndak bisa??” jawab Kakek.
“Kalo disini cuma bisa jadi kuli panggul, uangnya hanya sedikit. Saya mau ke kota saja lebih banyak uangnya...” lanjut Ayah.
“Baik kalo memang niatmu benar mau kerja, setiap bulan kirim uang untuk istri dan anakmu. Paham?” jawab Kakek.
“Paham pak...” lanjut Ayah.
            Ayah yang lebih awal meninggalkan kami, saat itu aku masih duduk dibangku kelas 4 SD. Ayah bilang padaku, kalau dia akan kembali lagi kesini bersama-sama lagi, aku percaya itu. Sebulan kemudian ayah mengirimkan surat dan uang kepada kami, kami sangat senang. Empat bulan ayah mengirmkan uang, tapi dibulan kelima ayah tidak pernah memberikan uang dan juga kabar. Sedangkan biaya sekolahku belum terbayar, ibu pusing memikirkan itu semua. Akhirnya ibu pergi, dengan alasan ingin mencari ayah, juga ingin mencari kerja.
            Akhirnya kami hanya tinggal berdua, kakek memulung barang bekas. Lumayan hasilnya untuk makan, juga untuk bayar kontrakan. Sekolahku berantakan, karena aku gak tega ngebiarin kakek mulung sendirian. Aku putus sekolah dikelas 5. Waktu itu pemilik kontrakan mendatangi kami, untuk menagih uang sewa yang selama ini belum terbayar.
“Indra, mana orang tua kamu? Tante mau ngomong..” kata pemilik kontrakan.
“Orang tua saya pergi tante, belom pulang sampe sekarang. Lagi kerja dikota..” jawabku.
“Bohong kamu! Kecil-kecil udah diajarin bohong! Mana orang tua kamu!” lanjutnya ketus.
Tak lama kemudian kakek datang, dengan baju kokonya sehabis sholat zuhur.
“Ada apa ini ribut-ribut...?” kata Kakek.
“Mana anakmu pak!” jawabnya.
“Anakku dan menantuku sedang pergi ke kota, mereka bekerja disana. Cucuku bukan pembohong...” jawab Kakek membela.
“Besok kalian pergi dari sini! Kontrakannya mau ada yang tempatin!” kata pemilik kontrakan.
“Tapii...” jawab kakek.
“Gak ada tapi-tapian!” katanya langsung pergi.
                                                                                                                                               
“Kek, kalo kita diusir dari sisni, kita mau tinggal dimana kek...” kataku dengan sedih.
“Sudahh cu, pasti ada jalan... minta sama Allah..” kata Kakek sambil memelukku dan menangis.
            Esok harinya kita pergi dari rumah itu, kakek bingung mau kemana lagi, gak punya rumah dan gak punya pekerjaan. Dalam perjalanan, aku dan kakek berhenti dimasjid dan menginap semalam dimasjid. Semalaman kakek berdoa kepada Allah, agar diberi kemudahan. Karena merasa tidak enak, akhirnya kami melanjutkan perjalanan. Kami belum makan selama sehari, perutku terasa sakit. Namun kakek selalu membuatku kuat.
“Kek.. aku lapar... perutku sakit kek... kapan kita makan...” kataku sambil menangis.
“Sabar cu.. sabar, nanti kita makan kok.. yang sabar yahh cu...” jawab kakek sedih.
            Lalu sampai ditempat yang menurut kami cocok. Disana banyak sekali pepohonan, dan jauh dari keramaian. Kakek memutuskan untuk tinggal disitu. Karena kami tidak mempunyai apa-apa, kakek mencari kardus bekas untuk dijadikan tempat berlindung kami untuk sementara. Kami tinggal ditempat yang sangat mewah, yang atap dan alasnya terbuat dari kardus. Kami akhirnya memulung barang-barang bekas, yang bisa menghidupkan kami.
Suatu hari aku memulung ditempat sampah, dan didalam tempat sampah tersebut ada satu bungkus nasi yang baru saja dibuang oleh orang. Aku mengambil nasi tersebut dan membawanya pulang. Sampai dirumah, aku dan kakek memakan nasi tersebut. Hari ini hasil pulunganku tidak banyak, karena aku memulung sendiri, kakek sedang sakit dirumah. Jadi, terpaksa aku mengambilnya.
“Kakek... aku bawa ini kek..” kataku sambil menunjukan nasi bungkus tersebut.
“Apa itu cucuku..?” tanya Kakek.
“Hari ini hasil pulunganku sedikit, jadi tidak bisa dijual kek. Tapi aku nemu ini ditempat sampah, belum basi kok kek.. masih baru...” kataku.
~~~*Kakek menangis mendengar perkataanku*~~~
“Kakek kenapa nangis...?” tanyaku.
“Ndakkkk... yasudah kalau begitu...” jawab kakek sambil menghapus air mata dipipinya.
“Ayoo kek kita makan, kakek belum makan kan? Ayo kek..” kataku.
            Aku beruntung, masih ada orang yang mau sedekah kepadaku. Walaupun sedekahnya tidak secara langsung. Tidak peduli dapat dari mana makanan tersebut, asalkan aku dan kakek bisa hidup dan masih bisa beribadah, itu sudah cukup.
Suatu hari aku memulung didekat masjid bersama kakek. Namun masjid tersebut belum selesai dibangun. Aku ingin rasanya bersedekah untuk pembangunan masjid tersebut, tapi aku tidak memiliki banyak uang. Makanpun masih mencari di tong-tong sampah jalanan. Tapi aku yakin kalau aku bisa sedakah untuk masjid itu walau hanya sebuah batu.
“Kek, nanti kalau kita punya uang, kita sedekahkan untuk masjid itu yaa...” kataku sambil tersenyum manis.
“Iya cucukku, insya Allah. Niatmu sudah bagus untuk sedekah, walaupun kita tidak memiliki banyak harta..” kata kakek tersenyum.
            Setiap malam aku selalu berdoa kepada Allah, agar aku bisa sedekah untuk pembangunan masjid tersebut. Setiap pagi, aku bersemangat untuk mencari barang-barang bekas yang akan aku jadikan uang. Untuk makan, minum dan kebutuhanku dan kakek, dan juga untuk bersedekah ke masjid tersebut.
            Akhirnya setelah susah payah mengumpulkan uang, aku bisa bersedekah untuk masjid tersebut. Aku pergi kemasjid tersebut, dan menemui orang yang sedang membangun masjid itu dan memberikan sesuatu kepadanya.
“Asaalamu’alaikum...” sapaku.
“Wa’alaikum salam, ada apa dek...?” tanyanya.
“Pak, aku boleh bersedekah untuk masjid ini..?” tanyaku.
“Ohh boleh dek, kami sangat menerima sedekah apapun, walau hanya sedikit tetapi akan bernilai pahala dari Allah...” jawabnya.
“Tetapi, apa bapak tidak marah, jika saya bersedekah...?” tanyaku.
“Lohh kenapa marah? Memangnya siapa yang melarang untuk bersedekah...?” jawabnya.
“Pak, saya hanyalah orang miskin yang ingin sekali bersedekah untuk masjid ini. Saya ingin sekali, rumah Allah ini terlihat indah, tetapi saya hanya bisa memberi ini... hanya ini yang saya punya, semoga masjid ini cepat selesai pak...” kataku sambil memberi 3 buah batu bata.
            Bapak tersebut menerimanya dengan terharu. Tidak bisa menahan tangisannya. Begitu besar cita-citanya untuk bersedekah. Walaupun hanya 3 buah batu, namun sangatlah berarti. Anak tersebut hanyalah orang miskin yang hidup menderita. Namun keinginannya sangatlah besar. Cobalah kita intropeksi diri kita, kita lebih memiliki apapun dari anak tersebut, namun Apakah Kita Bisa Seikhlas Anak Tersebut Untuk Bersedekah??? Pertanyaan ini yang harus kalian tanya kepada hati kecil kalian...
Semoga cerita tersebut bisa membukakan hati kecil anda semua....
Nilailah diri anda dahulu, sebelum menilai orang lain.....

 Thanks For :
1. Allah Swt.
2. Paskabara
3. Home is the best
4. MAN 8 JakTim
5. My Agen ( Angga Rahman & Nurdiansyah)
6. My Agen : Syafiq Fuadi M & Bahaudin Hasan Al-Bisri
7. Thanks For Inspiration..






Tidak ada komentar:

Posting Komentar