Seragam Pemulung
Karya:
Asli Punya Gue, “Fahmy
Ramadhan”
Ini cerita yang gue
liat dipinggiran kota, anak-anak
pemulung yang ingin sekolah, dan bercita-cita yang tinggi. Gue tau, mereka
hanyalah seorang anak pemulung, tapi apakah mereka gak berhak untuk mendapatkan
pendidikan yang layak??? Ayolah pemerintah, lindungi orang-orang seperti mereka,
jangan hanya duduk dibangku emasmu...
~~~**~~~
Didit adalah anak yang
rajin. Bangun subuh untuk sholat, perginya gelap pulang pun sama. Dia hidup
dengan kakaknya Rani. Rumah yang sering berpindah-pindah, gerobak adalah tempat
dia dan kakaknya berlindung. Namun semangatnya yang beitu hebat, membuat dia
semakin yakin akan kesuksesan yang akan dia genggam. Seorang anak yang ingin
sekali bersekolah, namun tidak memiliki biaya, makan pun hanya dengan nasi dan
kecap, bahkan garam. Kakaknya merupakan satu-satunya orang tua baginya, yang
sangat dia sayangi.
“Kak, aku dapat uang banyak nih...” katanya sambil
memberi uang sepuluh ribuan.
“Wahh, alhamdulillah... kakak juga dapet uang lebih
dek, lima belas ribu. Ini untuk persediaan makan kita untuk 7 hari...” jawab
sang Kakak.
“Kak, aku laper... beli makanan yukk kak..”
lanjutnya.
“Yaudah ayukk, tapi sama kecap aja yahh...” kata
sang kakak.
“Yahh, kok sama kecap lagi kak....” lanjutnya.
“Kita kan harus hemat... hmmmm.. yaudah deh, tambah
kerupuk aja yaa...” lanjut kakak.
Adik : mengangguk
sambil tersenyum.
Belum
sempat membeli makanan, 2 orang preman menghampirinya...
“Heyy... mau kemana kalian..?” tanya si Preman.
“Gakk.. gak mau kemana-mana kok bang....” jawab sang
Kakak.
“Banyak duit lo neng... sini duitnya...!” katanya
sambil merampas uang dari genggaman tangan kakak.
“Yahhh, jangan bang... itu buat beli makan, kita
laper,, belum makan dari tadi pagi...” jawab sang Kakak.
“Enak aja... nih lo ambil...!” katanya sambil
memberi uang dua ribu.
“Lo mulung disini tanpa ijin kita ! enak aja lo! ini
wilayah kita!” kata preman yang satunya.
“Tapi kenapa banyak banget bang.. itu ada 25 ribu,
kenapa saya dikasih cuma 2 ribu...” kata sang Kakak.
“Bawel lo!!! udah sono pergi!!” kata Preman.
Mereka akhirnya pergi
dan tidak membeli makanan. Hanya tersisa uang 2 ribu rupiah di kantongnya.
“Kak... aku laperr....” kata Didit.
“Sabar yahh deek.. kita mulung lagi aja, biar bisa
makan...” jawab sang kakak.
“Tapi aku udah gak kuat kak... laperr..” lanjut
Didit.
“Yaudah, kamu tunggu disini.. biar kakak ajah yang
mulung...” jawab sang kakak.
“Jangan lama-lama kak, aku udah gak kuat..” lanjut
Didit.
~~~**~~~
Sang kakak akhirnya
memulung barang bekas lagi untuk membeli makanan. Semua dia lakukan untuk
adiknya. Karena dia hanya mendapatkan sedikit, tidak mungkin dijual akan laku,
sang kakak mencari-cari makanan di tong sampah dekat ketring. Akhirnya dapat
makanan sisa yang terdapat di tong sampah tersebut lalu membawanya pulang.
“Assalamu’alaikum...” salam sang kakak.
“Wa’alaikum salam... kak, mana makanannya? Aku udah
laper banget..” tanya Didit.
“Nih... makanannya enak lohhh, pake ayam...” kata
sang kakak sambil memberi bungkusan nasi yang diambilnya di tong sampah tadi.
“Wah... ayam??? Horeeeee!!! Kita makan ayam..!” kata
Didit dengan sangat senang.
“Yaudah yuk, kita makan...” lanjut sang kakak.
“Jika
saja kamu tau, kalo makanan itu dari tong sampah, kamu pasti gak mau makan
dek..” gumam sang kakak dalam hati. Sungguh begitu senangnya si Didit, ini
pertama kalinya dia makan ayam. Sangatlah bersyukur anak itu. Kita??? Apakah
kita sering mensyukuri makanan yang ada??? Saya rasa tidak. Dikasih tempe dan
tahu aja udah ngomel. Apalagi dikasih makanan yang bersumber dari tempat yang
kotor??? Fikirkanlah.
~~~**~~~
“Kak, aku pengen banget sekolah... kayak anak-anak
lain...” kata sang adik.
“Sabar yah... kalo kakak punya duit yang banyak,
pasti kamu sekolah. Berdoa aja sama Allah..” jawab sang kakak.
“Iya kak. Sebenernya ayah sama ibu kemana sih
kak..?” tanya sang adik.
“Ada kok...” jawab sang kakak.
“Dimana kak...? aku pengen ketemu mereka. Aku pengen
seperti ank-anak yang lain, yang punya orang tua..” lanjut si adik.
Sang
kakak bingun dan hanya bisa terdiam. Didalam hatinya hanya bisa bersedih. Jika
adiknya tau, kalau ayah dan ibunya itu meninggalkan mereka dan menitipkan
mereka pada panti asuhan yang sangat tidak nyaman. Yang membuat sang kakak
membawa adiknya pergi meninggalkan panti asuhan.
“Yaudah, kita tidur aja yuk. Besok kan kita mau
mulung lagi...” jawab sang kakak setelah melamun sesaat.
“Iya deh...” lanjut sang adik.
Sang
adik pun terlelap. Namun tidak bagi sang kakak. Selalu terbayangkan dengan
perkataan adiknya tadi. Bagaimana caranya agar dia menyekolahkan adiknya.
Sedangkan adiknya sangatlah ingin bersekolah.
Pagi
hari yang cerah dengan kicauan-kicauan burung di udara, juga udara kota yang
mulai memancarkan asap- asap tebal yang merupakan ampas kendaraan. Dengan
semangat untuk beribadah kepada-Nya, lalu pergi untuk mencari sesuap nasi.
Kala
itu Didit mengais rizkinya di suatu tempat yang di impi-impikannya. Sebuah
sekolah yang sangatlah bagus, dengan gedung bertingkat 3 dan nama yang bagus.
Ia pun memasukinya, dan melirik matanya di balik jendela berkaca bening,
melihat orang-orang yang sangatlah beruntung, yang dapat menuntut ilmu
didalamnya. Belum sempat melihat 5 menit, ada salah satu orang yang
menghampirinya.
“Hey! Sedang apa kamu disitu...! pergi sana ! dasar
gelandangan...!” kata salah satu orang yang berpakaian rapih.
“Maaf bu, saya hanya melihat-lihat...” jawab Didit.
“Heh,,! Lantai ini saja gak pantes untuk kamu injak!
Gak sesuai sama Kasta kamu! Pergi sana...!!!” lanjutnya dengan sangat marah.
Tanpa
berkata lagi, Didit langsung pergi meninggalkan sekolah itu. Sungguh miris
hatinya, mendengar bentakan seperti itu. Memang anak itu miskin, tapi apa
pantas jika bibir kita ini mengatakan hal itu padanya???. Pulang memulung, ia
langsung memeluk kakaknya dan hanya bisa menangis.
“Kak.....” menangis dan memeluk kakaknya.
“Hey,, kamu kenapa..?” tanya sang kakak.
“Hemmm hemmm hemmm....” tangis sang adik.
“Kamu kenapa? siapa yang bikin kamu nangis
begini...?” lanjut sang kakak.
“Aku udah gak niat untuk sekolah...” jawab sang adik
setelah menghapus air matanya.
“Loh, kenapa...? bukannya kamu pengen banget
sekolah..?” lanjut sang kakak.
“Cuma orang kaya aja yang boleh sekolah kak... aku
engga. Kita cuma orang miskin, lantai sekolah itu aja gak pantes buat aku
injek..” jawab sang adik.
“Loh, kok kamu ngomongnya gitu...?” tanya sang
kakak.
“Bukan aku yang ngomong, tapi ibu guru yang
disana...” jawab sang adik.
“Sudah-sudah.... jangan dengar kata mereka. Kakak
sanggup untuk menyekolahkan kamu, tapi yang sabar.” kata sang kakak.
“Gak perlu kak, kita seperti ini aja...” lanjut sang
adik.
“Kamu ini... gitu aja langsung nyerah. Nihhh untuk
kamu, dicoba deh...” kata sang kakak sambil memberika seragam sekolah bekas
yang dibeli dipasar untuk adiknya tercinta.
“Baju sekolah.... aku sekolah kak???” kata sang adik
dengan kaget.
“Iyah, kamu pasti bakalan sekolah. Tapi sabar yah...
kakak baru bisa beliin baju itu aja buat kamu. Nanti setelah uang kakak cukup,
kakak akan bayarin kamu untuk daftar sekolah... semoga dengan adanya baju ini,
agar kamu lebih semangat untuk sekolah....” jawab sang kakak.
“Makasih kak.. aku akan sabar untuk menunggu, dan
sabar untuk nyari uang buat sekolah...” kata sang adik.
“Nahhh, gitu dong... kakak sayang kamu...” sambil
memeluk adiknya.
~~~**~~~
Ya...
begitulah kehidupan diluar sana. Orang yang tak mampu, hanya bisa seperti itu.
Bersyukurlah bagi yang mampu. Dan jikalau bisa, yang mampu itu bisa menarik
yang tak mampu, untuk memberikan hidup yang layak untuk orang-orang diluar
sana. Lihatlah dunia luar, jangan hanya melihat dan menjaga harta mu saja.
Mereka hanyalah kertas biasa, yang harus kita manfaatkan, untuk sesuatu yang
menolong kita di suatu saat nanti....
(Sesuatu karangan, untuk hidup yang lebih baik)
Thank's For :
1. Allah Swt.
2. Paskabara
3. My Family
4. SFH
5. My Best Friend's
6 My Agen ( Angga R & Nurdiansyah)
7. My Agen ( Syafiq F M & Bahaudin H Al-Bisri)
8. MAN 8 Jak-Tim
9. Thank's For All...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar